Etiopia 1977-1978

Etiopia 1977-1978: “Red Terror” di Era Mengistu Haile Mariam

Etiopia 1977-1978 mencatat masa paling kelam dalam sejarah politik Afrika. Mengistu Haile Mariam naik ke puncak kekuasaan melalui konflik internal Derg. Ia mengambil alih kepemimpinan setelah menyingkirkan banyak rival politik. Pemerintahan barunya bergerak agresif untuk menghancurkan musuh ideologi.

Konflik bermula dari ketegangan panjang antara kelompok sayap kiri yang berebut pengaruh. Mengistu memilih pendekatan keras untuk mengendalikan negara. Ia membangun jaringan militer dan intelijen yang sangat kuat. Berita sejarah menyebut bahwa periode ini berkembang menjadi kampanye kekerasan terbesar dalam sejarah Etiopia modern.

Akar Politik Red Terror

undefined

Red Terror muncul karena pertarungan ideologi antara pemerintah Derg dan kelompok oposisi. Mengistu menuduh oposisi ingin menghancurkan revolusi Etiopia. Ia menargetkan kelompok mahasiswa, aktivis muda, dan intelektual. Mereka menolak pemerintahan militer dan menuntut kebebasan politik.

Ketegangan meningkat ketika protes mahasiswa menyebar ke seluruh kota. Pemerintah memberi peringatan keras untuk menghentikan aksi itu. Namun, mahasiswa terus menuntut keadilan. Mengistu melihat situasi itu sebagai ancaman bagi stabilitas politik. Karena itu, ia mengumumkan operasi besar yang ia sebut “Red Terror.” Berita sejarah menggambarkan keputusan itu sebagai awal petaka besar bagi rakyat.

Dimulainya Kampanye Kekerasan

undefined

Mengistu meluncurkan Red Terror dengan pidato penuh ancaman di Addis Ababa. Ia melemparkan botol darah sebagai simbol perang terhadap musuh revolusi. Setelah itu, pasukan keamanan bergerak cepat ke seluruh kota. Mereka menangkap orang-orang yang dianggap mengkritik pemerintah.

Setiap hari, pasukan menyerbu rumah, sekolah, dan kampus. Banyak anak muda hilang tanpa kabar. Rakyat hidup dalam ketakutan karena tidak mengetahui siapa yang menjadi target berikutnya. Berita sejarah menyebut bahwa operasi ini berlangsung brutal tanpa aturan. Banyak keluarga kehilangan anggota mereka di depan mata mereka sendiri.

Penyiksaan dan Eksekusi Brutal

Pasukan Mengistu menggunakan penyiksaan untuk memaksa pengakuan. Mereka memukul, menendang, dan mengikat korbannya selama berjam-jam. Banyak tahanan meninggal sebelum mencapai pusat penahanan. Beberapa korban tergeletak di jalan sebagai peringatan bagi rakyat lain.

Eksekusi berlangsung di banyak lokasi di Addis Ababa. Tentara menembak orang-orang yang dianggap melawan pemerintah. Keluarga tidak bisa mengambil jenazah sebelum membayar biaya peluru. Berita sejarah menuliskan bahwa kebijakan kejam itu memperlihatkan betapa ekstremnya kekuasaan pemerintah. Setiap eksekusi meningkatkan ketakutan dan tekanan psikologis di seluruh negeri.

Kehidupan Rakyat di Tengah Teror

Etiopia berubah menjadi negara yang dipenuhi trauma dan rasa curiga. Tetangga saling mengawasi karena takut mendapatkan tuduhan pengkhianatan. Banyak keluarga tidak berani keluar rumah setelah matahari terbenam. Mereka menyalakan lampu kecil sambil bergantian berjaga.

Sekolah kehilangan ribuan siswa karena banyak anak muda menjadi target utama. Guru kesulitan mengajar karena rasa takut mendominasi ruang kelas. Berita sejarah menggambarkan suasana itu sebagai periode tanpa harapan bagi generasi muda Etiopia. Mereka kehilangan pendidikan, kebebasan, dan masa depan dalam waktu singkat.

Selain itu, pasar dan pusat perdagangan hampir tidak berfungsi. Rakyat tidak berani bepergian jauh karena pos pemeriksaan tersebar di banyak jalan. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat kekacauan nasional. Situasi ini menciptakan krisis ekonomi parah yang melumpuhkan seluruh wilayah.

Korban Jiwa dan Dampak Jangka Panjang

Red Terror menewaskan puluhan ribu orang dalam dua tahun. Banyak kasus tidak pernah tercatat karena situasi kacau. Beberapa kelompok memperkirakan jumlah korban mencapai ratusan ribu. Korban mayoritas berasal dari kelompok pelajar dan mahasiswa.

Ribuan keluarga masih mencari kerabat mereka hingga bertahun-tahun setelah teror berakhir. Mereka berharap menemukan kebenaran tentang nasib orang-orang yang mereka cintai. Berita sejarah menegaskan bahwa tragedi ini meninggalkan luka mendalam bagi rakyat Etiopia. Generasi berikutnya tumbuh dalam trauma dan kehilangan banyak kesempatan hidup.

Dampak psikologisnya sangat besar. Banyak orang mengalami ketakutan berlebihan terhadap suara keras. Beberapa korban selamat membawa trauma sepanjang hidup mereka. Masyarakat Etiopia membangun kembali kepercayaan sosial secara perlahan setelah berakhirnya kekuasaan Mengistu.

Reaksi Dunia Internasional

Dunia internasional mengikuti perkembangan Red Terror dengan keprihatinan besar. Banyak negara mengecam tindakan brutal pemerintah Etiopia. Namun, situasi politik global membuat intervensi menjadi sulit. Perang Dingin menciptakan pembagian kepentingan antara blok Timur dan Barat.

Negara-negara Barat mendukung kritik terhadap Mengistu, tetapi mereka enggan mengambil tindakan lebih jauh. Sementara itu, beberapa negara Timur mendukung pemerintah Etiopia karena aliansi ideologi. Berita sejarah mencatat bahwa konflik geopolitik memperlambat upaya internasional untuk membantu rakyat Etiopia.

Beberapa organisasi kemanusiaan berusaha menyalurkan bantuan. Mereka mengirim obat-obatan, makanan, dan tenaga medis ke wilayah terdampak. Namun, situasi keamanan membuat distribusi tidak selalu berjalan lancar.

Akhir Era Teror dan Kejatuhan Mengistu

Red Terror berakhir ketika oposisi bersenjata mulai menguasai wilayah-wilayah penting. Ketika kekuatan Mengistu melemah, rakyat mulai melihat secercah harapan. Pada tahun 1991, Mengistu melarikan diri ke Zimbabwe setelah jatuh dari kekuasaan. Rakyat merayakan akhir rezim yang menghancurkan kehidupan mereka.

Berita sejarah menyebut bahwa pengadilan Etiopia kemudian menjatuhkan hukuman terhadap tokoh-tokoh penting rezim Mengistu. Meskipun proses itu memberikan sedikit keadilan, banyak keluarga tetap merasakan kehilangan. Luka itu tidak hilang meski rezim telah tumbang.

Pelajaran dari Tragedi Red Terror

Tragedi Red Terror memberikan banyak pelajaran bagi dunia. Kekuasaan tanpa batas menciptakan kehancuran moral dan sosial. Pemerintah harus melindungi rakyat, bukan menghancurkan mereka. Masyarakat internasional juga perlu bertindak cepat ketika melihat tanda-tanda kekerasan politik.

Berita sejarah mengingatkan bahwa generasi muda memegang peran penting dalam menjaga kebebasan. Mereka harus memahami bahaya ideologi ekstrem. Selain itu, negara harus menyediakan ruang aman bagi perbedaan pendapat. Tanpa itu, rakyat mudah terjebak dalam lingkaran kekerasan seperti Etiopia.